@relativitas on Instagram

Friday, December 30, 2016

Kesucian Diri

Bangun di kala fajar menyingsing
Melipat tangan dan bersembahyang
Melangkah menuju dunia luar dengan kepastian
Memanggil nama Tuhan saat kendaraan hampir menghantam

Mentari mulai berada di puncak cakrawala
Rasa lapar mulai merasuk tubuh
Perlahan kau lahap nasi di hadapanmu
Tak lupa ucap syukur kepada Allah dengan lantang
Dengan nada pasti dan suara tegas

Sang terang beranjak kembali ke peradilan
Bersembunyi di balik lindungan awan
Cahaya terang lambat laun meredup

Kau langkahkan kedua kaki menaiki angkutan umum
Tak lupa minta penyertaan Yang Kuasa
Dengan damai duduk menikmati perjalanan

Purnama mulai mengambil alih cakrawala
Kegelapan perlahan menyelimuti angkasa
Lampu-lampu rumah bergegas menyala
Lalu lalang kendaraan seakan pergi

Pintu terbuka
Dengan damai kau langkahkan kaki masuk rumah
Setelah satu hari melelahkan
Duduk santai menikmati acara televisi
Oh nikmatnya

Si kecil perlahan menghampiri
Berlari-lari kecil dengan senyum tawa di wajah
Dengan keluguan dan kesucian
Tak sengaja piring gelas kesayangan terjatuh ke lantai
Hancur berantakan

Meninggalkan tontonan televisi
Kau hampiri si manis buah hati
Kau ambil kuda-kuda
Layangkan tangan di udara
Memerah pipi si kecil berbekas tangan

Keluguannya mulai berubah pucat pasi
Kedua kalinya pipi kanannya memerah
Air mata mulai memaksa keluar dari sepasang mata kecil nan lucu
Tak lupa si kecil menerima makian

Kau bentak buah hatimu
Seribu satu fauna merangsek keluar dari mulut
Makian
Pukulan
Puji nama Tuhan

Monday, August 29, 2016

(Sudah) Masuk FSRD ITB

Sudah beberapa bulan gue gak nge-post. Sebelum post ini gue masih sibuk sama validasi SNMPTN FSRD ITB. Sekarang gue udah resmi jadi bagian dari FSRD ITB. Kalau ditanya bangga atau enggak diterima di sini, jawabannya tergantung. Gue lebih bangga keterima FSRD-nya daripada keterima ITB-nya, walaupun kalau lagi kumpul-kumpul sama saudara atau lagi ketemu teman-teman orang tua gue pasti ada perasaan bangga bisa bilang kalau gue kuliah di ITB.

Menurut gue, FSRD adalah fakultas paling beda di ITB. FSRD bisa dibilang seperti memberi warna ke dalam atmosfer kampus. Sebelum masuk ke prodi yang diinginkan, mahasiswa baru FSRD wajib ikut Tahun Pembelajaran Bersama (TPB) yang bisa dibilang seperti SMA kelas 4, kesibukannya kurang lebih mirip. Materi awal yang diajarkan adalah nirmana dan gambar bentuk. Memang materi ini bikin pusing, tapi ya gue menikmati daripada disuruh hitung neraca saldo dan lain-lain.

Kalau ngomongin soal pergaulan, angkatan gue lumayan seru, tapi ada sedikit pemisah di dalamnya. Secara otomatis mereka merasa nyaman bergaul dengan sesamanya, begitu juga dengan kami, Namun, bukan berarti angkatan kami tidak bisa solid.

Di FSRD ITB kita dibuat sedemikian mungkin untuk menjaga imajinasi dan kreativitas kita agar tidak tumpul. Semua individu di dalamnya unik dan berkarakter.

Fakta pahitnya adalah semua orang di sini jago dalam menggambar, jadi aku terkesan biasa-biasa saja. Karena itulah aku jadi malas menggambar. Sangat sulit untuk tampil beda, karena anak-anak FSRD semuanya berbeda dengan keunikannya masing-masing.

Sampai sini saja dulu, kita lihat nanti ada kabar apalagi dari saya.

Salam olahramlan.

Sunday, May 15, 2016

(Sedikit Lagi) Masuk FSRD ITB

Pada tanggal 8 Januari 2016 gue sempat menulis artikel tentang keinginan gue lanjut belajar di FSRD ITB. Setelah beberapa bulan berlalu, soal portofolio SNMPTN FSRD ITB 2016 keluar. Untuk tahun ini hanya ada dua tugas, gambar suasana berwarna dan hitam putih. Untuk gambar suasana berwarna, dari beberapa pilihan tema gue pilih tema lomba menggambar. Dalam hal ini gue mutusin untuk gambar lomba mural. Oh ya, dalam pengerjaan portofolio ini angkatan gue lagi ngikutin Ujian Sekolah (US), jadi ya terpaksa gue korbanin ujian itu, gue fokus gambar. Berikut adalah hasil dari portofolio gue yang ngerjainnya dikejar waktu banget, cuma seminggu dan bersamaan dengan US.

Portofolio berwarna

Sedangkan untuk portofolio hitam putih, gue pilih tema demonstrasi buruh. Dalam segi konsep, gue milih menggunakan sudut pandak mata katak. Berikut adalah hasil portofolio hitam putih.

Portofolio hitam putih

Setelah gue submit portofolio dan juga formulir pendaftaran, tiba saatnya untuk gue menunggu hasil pengumuman, yaitu tanggal 9 Mei 2016. Gue liat hasil portofolio temen-temen gue yang mau masuk FSRD ITB dan jujur cukup membuat gue nge-down, tapi ya sudahlah semua sudah terjadi dan yang perlu gue lakukan hanya menunggu.

9 Mei 2016

Pengumuman SNMPTN

Inilah hari dimana hasil SNMPTN diumumkan. Hasil SNMPTN diumumkan tepat pukul 13.00 WIB. Waktu itu gue lagi anter anjing gue ke dokter hewan karena dia sakit. Sekitar pukul 13.15, temen gue telepon. "Lex, lo keterima SNMPTN!" Teriak Abigail, "temen" gue sambil nangis. Mendengar hal tersebut gue cuma, "Oh ya? Bagus dong!" Mama gue yang ada di samping gue di mobil denger dan dia sontak menangis. Gue cuma duduk manis di mobil dalam keadaan awkward karena semua menangis...

Gue jelas senang bukan main sekaligus bangga karena doa gue selama ini terjawab, tapi di sisi lain gue sedih karena gue sadar udah harus ninggalin masa-masa SMA.

Tapi perjuangan gue gak berhenti di titik tersebut. Untuk FSRD, masih ada yang harus dilakukan, yaitu tes verifikasi portofolio tanggal 31 Mei 2016 di Jatinangor. Tes ini untuk membuktikan kalau gambar tersebut benar gambar kita, bukan orang lain. Kalau tes ini gagal, ya gue gak keterima. Portofolio gue emang 100% karya gue, tapi gue takut kalau pas tes gue ragu dan mungkin gak selesai dan kemudian gue dinyatakan tidak lulus verifikasi.

Semoga the force bersama gue. Sedikit lagi gue masuk FSRD ITB, satu kaki udah ada di FSRD. Kita lihat apa yang akan terjadi di post gue selanjutnya. Salam!




Monday, February 15, 2016

Kita dan Negara Kita



Kita memang tidak menempati posisi negara dengan tingkat kemiskinan terendah di dunia.

Kita memang tidak menempati posisi negara dengan perekonomian terbaik di dunia.

Kita memang tidak menempati posisi negara dengan tingkat pendidikan terbaik di dunia.

Tapi, ada sesuatu yang membuatku tersenyum saat melihat orang-orang di negara ini, saat mereka berkumpul di bawah pohon, warung, restoran, bahkan kafe. Terlepas dari latar belakang kehidupan mereka, tingkat ekonomi, pendidikan, dan lainnya, mereka masih dapat tersenyum dan bersenda gurau.

Ada sebuah pelajaran yang dapat diambil, kita tidak butuh uang setinggi gunung untuk dapat tersenyum, untuk dapat tertawa.

Walaupun secara statistik negaraku tidak menempati posisi teratas sebagai negara terbaik di dunia, tapi aku dan teman-temanku sebangsa sangat tahu dan mengerti, bahwa kami dapat menjadi yang terbaik di antara yang terbaik. Kami punya satu hal yang negara lain tidak punya, kekeluargaan, semangat untuk menjadi satu.

Di hari-hari terakhir keberadaan umat manusia, kecerdasan ilmuwan, ketangguhan pemerintah, maupun keperkasaan militer tidak bisa menyelamatkan, kecuali satu, kekeluargaan yang bangsa ini miliki.

Saatnya bangkit negaraku Indonesia, bangsaku Indonesia. Kau telah tertidur terlalu lama.


Monday, January 11, 2016

Anak Seni di dalam Kelas

Gue mau cerita sedikit tentang hal-hal yang gue dan beberapa teman gue hadapi sebagai penggila (belum gila, sih) seni saat harus dikurung di dalam balok besar berongga bersisikan tembok yang disebut khalayak ramai sebagai "kelas", tempat dimana seseorang mempelajari hal-hal yang terkesan dipaksakan.

Gue punya masalah yang sebenarnya bagi gue sendiri bukan sebuah masalah, tangan gue gak pernah bisa berhenti bergerak. Gue bisa mencerna pelajaran kalau gue mendengarkan guru berceramah sambil menggambar. Masalahnya, hal ini tidak diterima oleh golongan tertentu yang orang sebut sebagai "guru". Menurut mereka tingkah seperti itu annoying, tapi bagaimana caranya gue bisa mencerna pelajaran kalau gak sambil menggambar?

Sebenarnya menggambar di kelas itu bagi gue, dan seharusnya, gak ada masalah sama sekali. Lah gue gambar pake tangan sendiri, kertas punya sendiri, gak ganggu siapa pun, kan? Kecuali gue gambar sambil teriak-teriak, lompat-lompat, gantungan di kipas angin, baru itu bisa dipermasalahkan. Sebenarnya gue gak terlalu anti sama yang namanya sekolah, tapi yang gue gak suka adalah sekolah gak bisa menerima perbedaan, mengharuskan semuanya sama.

Pernah selama pelajaran agama, gue sama temen semeja gue (dia pengen masuk FSRD juga) gambar dari awal pelajaran. Guru menerangkan kita berdua tetap bisa mencerna. Guru bertanya kita berdua bisa menjawab. Kita berdua gak berisik. Lalu apa masalahnya? Seharusnya gak ada. Tapi, pada suatu ketika guru tersebut sadar atas apa yang sedang kami lakukan, menggambar. Dia mendatangi kami dan menyita gambar-gambar kami, bahkan Micron Brush gue ikut disita! Mimpi apa gue semalem! Sejak saat itu kita berdua tidak diperbolehkan melakukan apapun selain mendengarkan. Sangat menyiksa.

Sekolah seharusnya sadar kalau tiap anak diberikan kemampuan belajar dengan cara berbeda-beda, ada yang audio, visual, dan kinetik. Nah, kebetulan di tes IQ ada chart yang menunjukkan kalau gaya belajar gue setara ketiganya, ketiganya bernilai 85. Jadi, sulit buat gue (dan anak-anak pemabuk seni lainnya) untuk bisa belajar tanpa menyentuh pensil dan menggoreskan kreativitasnya di atas kertas selama pelajaran berlangsung.

Sebuah ide bisa datang secara tiba-tiba dan mood untuk menggambar tidak datang setiap saat. Bagaimana jika ide tersebut datang saat kita berada di dalam kelas? Apa kita harus mencatat ide tersebut baru kemudian direalisasikan kemudian? Ingat, mood menggambar tidak datang setiap waktu.

Friday, January 8, 2016

(Pengen) Masuk FSRD ITB

Gedung FSRD ITB
Dari dulu sampai sekarang, gue gak bisa dipisahkan dengan yang namanya pensil dan kertas, walaupun pisah, itu pasti saat gue mandi, berenang, naik roller-coaster, naik sepeda, dan lain-lain. Kenapa? Karena gak mungkin bisa gambar saat gue lakuin aktivitas tersebut, gak perlu ditanya. Gue bukan pesepeda ekstrim yang bisa gambar sambil ngayuh pedal. Oke, itu gak penting.

Gue pertama kali gambar di usia sebelum menginjak bangku Taman Kanak-kanak. Dari sanalah perjalanan gue dimulai. Sekarang, hidup gue hampir seluruhnya dicurahkan untuk seni. Jadi jangan bingung kenapa gue mau masuk FSRD.

Kadang gue merasa ragu di saat anak lain mau masuk jurusan-jurusan seperti psikologi, ekonomi, bisnis, dan sebagainya. Masa depan mereka terasa menggiurkan, lebih pasti. Sedangkan gue dan teman-teman yang mau masuk FSRD pasti punya keraguan, apakah gue akan duduk di kursi studio sembari sketsa sana-sini, dapat banyak uang dan job, atau gue akan berakhir di pinggir jalan Kota Tua, mengais rejeki yang tidak dapat dibilang banyak dengan goresan sebuah pensil. Tapi ya, itu semua kembali ke passion kita masing-masing. Siapa bilang duduk sambil gambar muka orang di pinggir jalan gak bisa bahagia? Tapi, anak cucu mau makan kertas?

Lalu, apa kendalanya masuk FSRD ITB? Untuk masuk jurusan-jurusan seperti yang telah gue sebutkan di atas, kita bisa belajar dengan rajin dan tekun untuk memperoleh bangku kuliah yang diminati. Tapi, kalau FSRD itu saja tidak cukup. Ada juga tes gambar yang boleh dibilang di luar nalar. Imajinasi dan kreativitas kita harus dipaksa keluar dari dunia normal. Lo harus berhadapan dengan gambar suasana, yang mana sifatnya dapat dibilang cukup subyektif. Jurusan-jurusan lain menilai kertas jawaban dengan menggunakan kunci jawaban yang jawabannya sudah pasti, sedangkan FSRD harus meyakinkan penilai dengan apa yang kita gambarkan, sehingga tidak ada misunderstanding dengan ide cerita kita. Jika ada satu penilai yang salah mengartikan gambar kita, nilai berkurang.

Mau masuk FSRD ITB juga punya kendala lain. Untuk jurusan lain, informasi yang diberikan sekolah cukup aktual dan informatif, sedangkan FSRD pihak sekolah dapat dibilang tidak terlalu mengerti, bahkan yang lebih parah tidak peduli. Akhirnya semua dikembalikan pada murid. Kita yang harus mengusahakannya sendiri, langsung menghubungi pihak universitas.

Masuk FSRD tidak cukup bisa gambar. Jadi jangan berpikiran kalau ada orang yang gambarnya super-hyper-realistic sudah fix masuk FSRD, setidaknya itu yang dipikirkan orang awam. "Wah gambar lo bagus banget. Fix FSRD!" Bukan begitu. Yang diinginkan pihak universitas adalah ide. Bisa saja anak yang dinilai orang banyak kalau gambarnya kurang bagus, malah dia yang diterima. Itulah kesulitan yang harus dihadapi masuk FSRD. Orang yang sudah sangat pandai menggambar bisa saja saat tes masuk kehilangan ide, tapi orang yang gambarnya kurang bagus malah dapat ide gila-gilaan saat tes masuk.

Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung, ini tujuan gue! Semoga kelak di tahun yang akan datang gue bisa ngubah judul post ini dari "(Pengen) Masuk FSRD ITB" menjadi "Masuk FSRD ITB". Gue doain semoga semua yang baca dan mengamini post ini akan disayang oleh Pak Tarno. Amin!